Jumat, 18 Oktober 2013

Makalah Kurikulum 2013

BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang
Dalam sejarah perjalanan pendidikan di Indonesia, kurikulum sudah menjadi stigma negative dalam masyarakat karena seringnya berubah tetapi kualitasnya masih tetap diragukan. Kurikulum merupakan sarana untuk mencapai program pendidikan yang dikehendaki. Sebagai sarana, kurikulum tidak akan berarti jika tidak ditunjang oleh sarana dan prasarana yang diperlukan seperti sumber-sumber belajar dan mengajar yang memadai, kemampuan tenaga pengajar, metodologi yang sesuai, serta kejernihan arah serta tujuan yang akan dicapai. Pelaksanaan suatu kurikulum tidak terlepas dari arah perkembangan suatu masyarakat. Perkembangan kurikulum di Indonesia pada zaman pasca kemerdekaan hingga saat ini terus mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman serta terus akan mengalami penyempurnaan dalam segi muatan, pelaksanaan, dan evaluasinya.

Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian (pada kompoenen tertentu), tetapi dapat pula bersifat keseluruhan yang menyangkut semua komponen kurikulum. Pembaharuan kurikulum biasanya dimulai dari perubahan konsepsional yang fundamental yang diikuti oleh perubahan struktural. Pembaharuan dikatakan bersifat sebagian bila hanya terjadi pada komponen tertentu saja misalnya pada tujuan saja, isi saja, metode saja, atau sistem penilaiannya saja. Pembaharuan kurikulum bersifat menyeluruh bila mencakup perubahan semua komponen kurikulum. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004, 2006 dan tak ketinggalan juga kurikulum terbaru yang akan diterapkan di tahun ajaran 2013/2014. Sebelum pelaksanaan penerapan kurikulum 2013 ini, pemerintah melakukan uji public untuk menentukan kelayakan kurikulum ini di mata public. Kemudian pada akhirnya di tahun 2013 akan mulai diberlakukan kurikulum ini secara bertahap.

Pada Kesempatan ini saya akan membahas kurikulum 2013 yang menjadi pro dan kontra bagi guru dan masyarakat.

B. Identifikasi Masalah
  1. Apa pengertian kurikulum?
  2. Apa pengertian kurikulum 2013?
  3. Apa kelebihan dan kekurangan kurikulum 2013?



BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam Bahasa Latin curerer yaitu pelari, dan curere yang artinya tempat berlari. Pada awalnya kurikulum adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai dengan finish. Kemudian pengertian kurikulum tersebut digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam menempuh pendidikan di lembaga pendidikan.

Berikut ini beberapa pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli:
  • Pengertian Kurikulum Menurut Kerr, J. F (1968): Kurikulum adalah semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun secara kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
  • Pengertian Kurikulum Menurut Inlow (1966): Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil pembelajaran yang sudah ditentukan.
  • Pengertian Kurikulum Menurut Neagley dan Evans (1967): kurikulum adalah semua pengalaman yang dirancang dan dikemukakan oleh pihak sekolah.
  • Pengertian Kurikulum Menurut Beauchamp (1968): Kurikulum adalah dokumen tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
  • Pengertian Kurikulum Menurut Good V. Carter (1973): Kurikulum adalah kumpulan kursus ataupun urutan pelajaran yang sistematik.
  • Pengertian Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
B. Pengertian Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang melakukan penyederhanaan, dan tematik-integratif, menambah jam pelajaran dan bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran dan diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.

C. Kelebihan dan kekurangan kurikulum 2013.

Kelebihan Kurikulum 2013

  1. Lebih menekankan pada pendidikan karakter. Selain kreatif dan inovatif, pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti luhur dan karakter harus diintegrasikan kesemua program studi.
  2. Asumsi dari kurikulum 2013 adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau kota. Seringkali anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi mereka.
  3. Merangsang pendidikan siswa dari awal, misalnya melalui jenjang pendidikan anak usia dini.
  4. Kesiapan terletak pada guru. Guru juga harus terus dipacu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan profesionalisme secara terus menerus.

Kelemahan Kurikulum 2013

  1. Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
  2. Tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan.
  3. Pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar tidak tepat, karena rumpun ilmu pelajaran-pelajaran tersebut berbeda.


BAB III
KESIMPULAN


Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, setiap kurikulum pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. oleh karena kita harus tetap mendukung upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia demi menciptakan peserta didik yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia dan sesuai dengan pancasila demi memenuhi perkembagan zaman.   



BAB IV
PENUTUP


Demikianlah makalah yang dapat saya sajikan dan sampaikan, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun pelafalannya saya mohon maaf. Semoga makalah ini bermanfaat.

Rabu, 09 Oktober 2013

Instrumen Non Tes


Instrumen non tes merupakan satu kesatuan dengan instrumen tes lainnya, karena tes pada umumnya mengukur apa yang diketahui, dipahami, atau yang dapat dikuasai oleh peserta didik dalam tingkatan proses mental yang lebih tinggi. Instrumen non tes digunakan untuk mengetahui kualitas proses dan produk dari suatu pekerjaan serta hal-hal yang berkenaan dengan domain afektif, seperti minat, bakat, dan motivasi.

Macam-macam instrumen tes yaitu ;
1. Bagan Partisipasi (Participation Charts)
Partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran harus diukur, karena ia memiliki informasi yang kaya sekali tentang hasil belajar yang bersifat non kognitif.

2. Daftar Chek (Chek Lists)
Chek list adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati yang dapat memungkinkan pengamat sebagai penilai mencatat tiap-tiap kejadian yang betapapun kecilnya, tetapi tetap dianggap penting.

3. Skala Penilaian/Lajuan (Rating Scale)
Rating Scale adalah instrumen pengukuran non tes yang menggunakan suatu prosedur terstruktur untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang diobservasi yang menyatakan posisi tertentu dalam hubungannya dengan yang lain.

4. Skala Sikap (Attitude Scale)
Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa objek-objek tertentu.

5. Observasi (Observation)
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.
6. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah salah satu bentuk alat evaluasi non tes yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan peserta didik.

7. Angket (Quetioner)
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi, pendapat, dan paham dalam hubungan kausal. Angket terdiri atas beberapa bentuk yaitu ; terstruktur dan tak berstruktur.

8. Studi Kasus (Case Study)
Studi kasus adalah studi yang mendalam dan komprehensif tentang peserta didik, kelas atau sekolah yang memiliki kasus tertentu. Misalnya peserta didik yang sangat cerdas, sangat rajin, sangat nakal, atau kesulitan dalam belajar.

9. Catatan Insidental (Anecdotal Records)
Catatan insidental adalah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa sepintas yang dialami peserta didik secara perseorangan.

10.  Sosiometri
Sosiometri adalah suatu prosedur untuk merangkum, menyusun, dan sampai batas tertentu dapat mengkuantifikasi pendapat-pendapat peserta didik tentang penerimaan teman sebayanya serta hubungan di antara mereka.

11. Inventori Kepribadian
Inventori kepribadian hampir serupa dengan tes kepribadian. Bedanya pada inventori, jawaban peserta didik tidak memakai kriteria benar salah.

12. Teknik Pemberian Penghargaan Kepada Peserta Didik
Skala pemberian penghargaan ini dianggap penting karena banyak respon dan tindakan positif dari peserta didik yang timbul sebagai akibat tindakan belajar.


Sumber : Buku Evaluasi Pembelajaran, Penerbit; Unindra Press

Model Evaluasi Pembelajaran

Model Evaluasi Pembelajaran merupakan desain evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli evaluasi, yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap evaluasinya. 

1. Model Kirkpatrick
Kirkpatrick, salah seorang ahli evaluasi program training dalam bidang pengembangan sumber daya manusia menawarkan model evaluasi yang diberi nama Kirkpatrik's training evaluation model. Dalam evaluasi ini ada empat level program training yaitu : reaction, learning, behavior, dan result.

2. Model CIPP
Konsep model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, and Product) pertama kali ditawarkan oleh Stufflebeam pada 1965 sebagai hasil uasahanya mengevaluasi the Elementary and Secondary Education Act (ESEA) dengan tujuan perbaikan bukan pembuktian.

3. Model Wheel (roda) dari Beebe
Model ini berbentuk roda karena menggambarkan usaha evaluasi yang berkaitan dan berkelanjutan dan satu proses ke proses selanjutnya. Tiga tahap tersebut ialah pembentukan tujuan pembelajaran, pengukuran outcomes pembelajaran, dan penginterpretasian hasil pengukuran dan penilaian.

4. Model Provus (Discrepancy Model)
Model ini dikembangkan oleh Malcom Provus yang merupakan model evaluasi yang berangkat dari asumsi bahwa untuk mengetahui kelayakan suatu program.

5. Model Stake(Countenance Model)
Stake menekankan adanya dua dasar kediatan dalam evaluasi yaitu, description dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan. yaitu, antecedent (context), transaction (process) dan outcomes.

6. Model Brinkerhoff
Brinkerhoff & Cs (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi  dan versi mereka sendiri.

7. Model Tyler
Model ini dibagun atas dasar dua pemikiran, pertama evaluasi ditujukan pada tingkah laku peserta didik, dan kedua evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil).

8. Model Alkin
Menurut Marvin Alkin (1969), evaluasi adalah suatu proses untuk menyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif.

9. Illuminative Model (Malcom Parlett dan Hamilton)
Model ini lebih menekankan pada evaluasi terbuka (open ended). Kegiatan evaluasi dihubungkan dengan learning milieu, dalam konteks sekolah sebagai lingkungan material dan psikososial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi.



Sumber : Buku Evaluasi Pembelajaran, Penerbit Unindra Press


Rabu, 02 Oktober 2013

Pro dan Kontra Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 mulai diterapkan sejak Senin (15/7) setelah sebelumnya menuai banyak pro-kontra dari pengamat, guru, maupun orangtua murid.

"Ibarat pertandingan sepak bola, mereka yang menolak kurikulum baru itu penonton, sedangkan pemain dan wasit dapat menerimanya," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh dalam sebuah pertemuan dengan guru PGRI se-Jatim, Sabtu (18/5) seperti dilansir dari Antara.

Cukup bisa dibenarkan jika melihat komentar Darmaningtyas, pengamat pendidikan yang merupakan salah satu anggota tim perumus kurikulum 2013, yang juga dilansir dari Antara.

"Kurikulum 2013 itu sendiri bukan sesuatu yang baru, karena merupakan kombinasi dari cara belajar siswa aktif (CBSA) dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)," ujarnya.

"CBSA itu mengajarkan murid bersikap kritis, tapi orang tua belum siap. Ketika murid bersikap kritis, seringkali justru memicu benturan dengan orang tua yang masih bersikap konservatif," tutur Darmaningtyas.

Hal yang sama, menurut dia, juga melingkupi penerapan Kurikulum 2013 yang sebenarnya lebih disebabkan oleh ketidaksiapan guru, karena mayoritas guru baru memahami KTSP, tapi tiba-tiba ada rencana perubahan menjadi Kurikulum 2013.

"Karena itu, perlu waktu agar semuanya siap, saya kira hal itu lebih baik daripada nanti ada masalah baru," tutur pria yang akrab dipanggil Tyas itu.

Catatan yang hampir sama datang dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Timur.

"Para pengajar belum tersentuh dengan kurikulum baru (2013). Guru yang mata pelajarannya hilang atau disatukan butuh waktu untuk penyesuaian dengan penerapan kurikulum tersebut," ujar Ketua PGRI Jatim, Ichwan Sumadi di Surabaya (2/5).

Catatan selanjutnya adalah sistem evaluasi melalui ujian nasional (UN) yang dinilai terlalu kognitif, padahal kurikulum 2013 sendiri menampung tiga aspek: kognitif, perilaku, dan keterampilan.

"Saya setuju UN, tidak dimaksudkan untuk penentu kelulusan, tapi hanya sebagai alat pemetaan kualitas dan hanya menjadi milik pemerintah. Kalau kurikulum baru diterapkan, tapi evaluasinya menggunakan UN berarti ada inkonsistensi," kata Darmaningtyas.

Para pejabat Kemendikbud pun dengan penuh rasa percaya diri menyatakan bahwa kurikulum 2013 hanya meliputi lima persen di SD dan tujuh persen di SMP sebagai penerapan bukan ujicoba.

"Bagaimana mungkin tidak dibilang ujicoba, sementara telah terjadi pengurangan yang begitu drastis, dari semula 132 ribu sekolah menjadi hanya 6.400-an dari semula 20 juta siswa menjadi hanya 1.600 siswa. Masa sih para profesor di Kemendikbud masih menganggap ini bukan sampel? Kenapa harus malu dengan ujicoba sehingga ngotot dengan penerapan?" kritik Retno Listyarti, Sekretaris Jenderal FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia).

Kurikulum 2013 juga menuai banyak protes dari orangtua murid karena menghapuskan mata pelajaran Bahasa Inggris dari sekolah dasar.

Lita Anggraeni, pegawai negeri sipil di Jakarta menyayangkan penghapusan Bahasa Inggris. Ia menganggap anak-anak sudah bisa dan jadi satu kemunduran jika dihapuskan. Apalagi ia menambahkan bahwa pengetahuan umum sumbernya berbahasa asing, terutama Bahasa Inggris.

Sementara Manigor, bapak dua anak warga Kecamatan Air Molek, Riau, dengan tegas menolak karena jika tidak dibiasakan dari kecil bagamana anak-anak bisa bo international.

Namun di sisi lain pakar sosio-linguistik dari Universitas Gajah Mada, Kunjana Rahardi, menyetujui rencana pemerintah itu. Menurutnya pengenalan bahasa asing yang terlalu dini berdampak buruk pada penguasaan bahasa anak. Baginya anak-anak perlu menguasai bahasa ibu dengan matang terlebih dulu sebelum belajar bahasa kedua dan ketiga. Dengan begitu Bahasa Indonesia-nya akan lebih tertata rapih dan tak melupakan bahasa daerahnya.

Sebagai salah satu elemen utama dalam dunia pendidikan, guru pun punya pendapat sendiri dari sudut pandangnya. Ida, guru kelas I SD di Jepara yang sudah mendapat pelatihan selama lima hari di Solo dan mulai menerapkan kurikulum 2013 sejak kemarin memberikan komentarnya,

"Kurikulum yang baru ini bagus untuk membentuk kreativitas anak dan melatih keberanian mereka. Penilaian juga dilihat dari sikap, perilaku, dan keaktivan di kelas. Jadi guru harus mengamati murid-muridnya.

"Tapi jadi sulit kalau muridnya banyak. Di kelas saya mengajar sekitar 40-an. Idealnya, jika melihat video yang diputar waktu pelatihan itu muridnya enggak sampai 20 orang." jelasnya lewat sambungan telepon, Selasa (16/7) siang.

Pro dan kontra memang selalu ada. Kurikulum 2013 pun sudah mulai diterapkan, terlepas ada yang melihatnya sebagai sebuah uji coba. Akankah produk baru ini berhasil? Atau berakhir usang sebagai
satu lagi kegagalan pemerintah menyusun sistem pendidikan yang tepat?

Pro dan Kontra Jam Malam Bagi Pelajar

Pemprov DKI Jakarta tengah menggodok aturan jam malam bagi pelajar di Jakarta. Rencana ini masih dalam proses. Pemprov pun masih mempertimbangkan masukan dari dinas-dinas terkait, para pakar pendidikan, pihak sekolah, komite sekolah dan pelajar itu sendiri. Lalu, apa tujuan sebenarnya dari aturan ini? Dan seberapa efektifkah aturan ini jika nantinya diberlakukan?

Di tengah kota metropolitan seperti Jakarta, tidak dipungkiri banyak tindakan kriminalitas terjadi. Pemprov DKI Jakarta, melalui aturan ini mengharapkan bisa menekan angka kriminalitas tersebut terjadi pada anak-anak khususnya pelajar. Selain itu, diharapkan melalui aturan jam malam bagi para pelajar ini diharapkan bisa membuat para pelajar fokus terhadap pelajaran. Entah itu mengerjakan tugas maupun belajar untuk ulangan. Karena kewajiban seorang pelajar adalah belajar.

Wacana aturan ini banyak mendapat dukungan dari pihak sekolah maupun orangtua pelajar. Hal ini dinilai bisa membuat pelajar memanfaatkan waktunya untuk belajar, bukan untuk bermain atau “nongkrong” di malam hari. Selain itu orangtua pelajar juga merasa ada proteksi untuk anak dari pemprov DKI Jakarta jika aturan ini benar dijalankan.

Berbeda halnya dengan para pelajar yang kebanyakan kurang setuju akan kebijakan ini. Mereka menilai, setiap orang memiliki aktivitas dan kesibukan masing-masing. Apabila aturan jam malam ini diberlakukan, maka akan membatasi mobilitas seseorang. Selain itu, para pelajar merasa “kurang bebas” dengan adanya aturan ini.

Melihat pro kontra yang terjadi di tengah masyarakat, pemprov pun harus jeli dalam mengambil keputusan. Tujuan dari jam malam bagi pelajar ini sebenanya baik karena bisa membuat pelajar menjalankan kewajibannya yaitu belajar. Selain itu juga bisa meminimalisir adanya tindakan criminal terhadap para pelajar. Tetapi dalam prakteknya, tentu tidaklah mudah. Lalu sanksi apa yang diberikan jika ada pelajar yang tertangkap melanggar aturan tersebut. Ini semua harus jelas, apabila tidak peraturan ini akan sia-sia belaka.

Jika nanti benar-benar aturan ini telah diberlakukan, harus ada peran aktif juga dari orangtua. Sebab orangtua lah yang bisa senantiasa mengawasi anaknya. Karena tanpa adanya peran serta dari orangtua, untuk mencapai tujuan dari aturan ini tidaklah mudah.